Dayak..? terminologi/istilah/label Dayak ini umumnya ditujukan kepada penduduk asli pulau Borneo. Istilah Dayak hingga kini menjadi perdebatan. Di Kalimantan suku Kenyah sendiri dikelompokkan sebagai bagian dari kaum Dayak (Dayak Kenyah). Sedangkan di Sarawak suku Kenyah dikelompokan sebagai bagian dari Orang Ulu dan bukan bagian dari Dayak seperti halnya di Kalimantan. Di Sarawak kaum Dayak adalah mereka yang berasal dari etnis Iban (Sea Dayak) dan Bidayuh (Land Dayak).
To talk about indigenous people in Kalimantan, is not an easy task. Today, many scholars agree that the construction of indigenous identities in the island has been a matter of Western classification necessities and political interests. In general, the cultural variety of Kalimantan, the political boundaries, and the lack of linguistics studies for many groups have made any attempt of classification difficult.
The tribes do not call themselves 'Dayak' and to use the designation as an anthropological descriptive is an inadmissible generalisation.
Dalam bahasa Kenyah sendiri tidak mengenal istilah Dayak. Penggunaan istilah Dayak tersebut awalnya disematkan oleh peneliti dari Belanda untuk membedakan suku asli yang non muslim (umumnya tinggal di hulu) dengan suku asli yang muslim (melayu).
To talk about indigenous people in Kalimantan, is not an easy task. Today, many scholars agree that the construction of indigenous identities in the island has been a matter of Western classification necessities and political interests. In general, the cultural variety of Kalimantan, the political boundaries, and the lack of linguistics studies for many groups have made any attempt of classification difficult.
The tribes do not call themselves 'Dayak' and to use the designation as an anthropological descriptive is an inadmissible generalisation.
Dalam bahasa Kenyah sendiri tidak mengenal istilah Dayak. Penggunaan istilah Dayak tersebut awalnya disematkan oleh peneliti dari Belanda untuk membedakan suku asli yang non muslim (umumnya tinggal di hulu) dengan suku asli yang muslim (melayu).
Dalam bahasa Kenyah ada kata yang mirip dengan kata "Dayak" yaitu 'Daya" yang mengandung arti hulu.
Contoh berikut dialog percakapan ketika orang luar bertanya kepada orang Kenyah :
Menurut linblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang mempunyai arti hulu sungai. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.
Commans (1987), mengatakan kata ‘Dayak’ berarti manusia, sementara yang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan lagi bahwa arti yang paling sesuai adalah orang yang tinggal di hulu sungai. Dengan nama serupa, Lahajir et al. melaporkan bahwa orang-orang Iban menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang Tunjung dan Benuaq mengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet.
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun 1895.
"Prof. Lambut dari Universitas Lambung Mangkurat menolak anggapan Dayak berasal dari satu suku asal, tetapi hanya sebutan kolektif dari berbagai unsur etnik".
Dari keterangan tersebut sudah dapat disimpulkan istilah/terminologi Dayak tersebut hanyalah istilah kolektif dan bukan merujuk kepada sebuah etnik yang sama (tunggal).
Selama ini label Dayak kepada penduduk asli di pulau Borneo/Kalimantan sebatas hanya karena ada persamaan budaya rumah panjang. Pada kenyataannya tidak semua yang mereka kategorikan sebagai "Dayak" tersebut mempunyai budaya rumah panjang dan dari hulu.
Selama ini label Dayak kepada penduduk asli di pulau Borneo/Kalimantan sebatas hanya karena ada persamaan budaya rumah panjang. Pada kenyataannya tidak semua yang mereka kategorikan sebagai "Dayak" tersebut mempunyai budaya rumah panjang dan dari hulu.
Komunitas yang kini diberi labeling Dayak tersebut mencakup ratusan komunitas dengan fisik, budaya, struktur sosial dan bahasa yang berbeda satu dengan yang lainnya. Aneh jika mengira Dayak adalah sebuah label etnik tunggal yang memiliki keseragaman adat istiadat, fisik, bahasa dan budaya sebagaimana sebuah etnik seharusnya.
Penggunaan etnonim atau istilah Dayak itu sendiri sangat tidak tepat yang mana tradisi, budaya, adat istiadat maupun dalam aspek bahasa sangat beragam dan rumit yang ditentukan dengan cara terlalu sederhana di berbagai suku di pulau Borneo/Kalimantan dan tidak berdasarkan kriteria disiplin ilmu dalam antropologi seperti antropologi fisik, antropologi budaya dan antroplogi linguistik yang mana secara fisik, budaya, sejarah lisan serta bahasa masing masing suku di Borneo/Kalimantan terdapat perbedaan sangat signifikan.
Metcalf (2001: 54) menyatakan bahwa istilah/labeling tidak bisa digunakan untuk menentukan "suku", sebuah komunitas dalam arti masyarakat rumah panjang, atau bahkan merupakan suatu "budaya organik".
Borneo/Kalimantan adalah rumah bagi sejumlah besar kelompok yang berbeda dari identitas etnik yang bervariasi dan beberapa bahasa serta budaya. Keragaman ini telah dikaburkan dalam sejarah oleh kurangnya data historis dari satu sisi serta kepentingan pihak kolonial Belanda disisi lainnya dan terlalu dipaksakan oleh kalangan-kalangan tertentu hingga sekarang (politik). Istilah Dayak tak lebih hanya sebagai menunjukkan kesatuan komunitas orang yang berbagi pandangan (perspektif) yang sama pada kehidupan dan memiliki kepentingan politik yang sama (Schiller 2007).
Meskipun mereka di identifikasi dengan label Dayak, apabila berasal dari komunitas berbeda yang tidak satu rumpun bangsa (etnis) maka mereka tidak akan mampu berkomunikasi satu sama lain karena bahasa serta kultur yang sangat berbeda. Bagaimana mungkin komunitas yang satu sama lainnya masing-masing memiliki etnis tersendiri dan berbeda dengan begitu mudahnya digeneralisir seolah-olah mereka sebagai etnis tunggal.
Etnis Iban tidak akan mampu berkomunikasi dengan etnis Apau Kayan karena adat istiadat, bahasa dan budaya mereka sangat jauh berbeda. Begitu pula etnis Ot Danum tidak akan mampu berkomunikasi dengan etnis Murut dan etnis lainnya.
Tradisi sejarah lisan masing-masing etnis suku di Borneo/Kalimantan sangat jelas banyak sekali mengungkapkan perbedaan yang sangat signifikan. Aspek antropologi (bahasa, budaya dan fisik) adalah elemen budaya yang paling penting yang mendefinisikan kumpulan individu sebagai sebuah kelompok etnis, dan membedakan mereka dari kelompok lainnya.
Borneo is characterized by its rich ethnic diversity. Indigenous peoples migrations, as well as political interests have shaped the natives identity. In the process, concepts such as Dayak (Sea Dayak and Land Dayak), Orang Ulu (Apau Kayan ethnic) and Murut have been overlaped, making difficult the general understanding of particular ethnic characteristics.