Di Kalimantan atau Borneo, suku yang mempraktekkan tradisi unik memanjangkan telinga bagi kaum pria dan perempuannya hanya terdapat di rumpun Apau Kayan (Orang Ulu) dan khususnya suku Kenyah.
Tradisi memanjangkan telinga di suku Kenyah tidak hanya dipraktekkan kaum perempuannya saja, juga dilakukan oleh kaum prianya. Di masa lampau awal mula sekali tradisi memanjangkan telinga dalam masyarakat Kenyah selain sebagai identitas kecantikan dan kekuatan, juga sebagai simbol strata sosial pemakainya untuk membedakan seseorang dari golongan Paren/Deta'au (bangsawan) dan golongan Panyen (rakyat biasa).
Seiring waktu akibat semakin banyaknya perkawinan silang golongan Paren/Deta'au dengan Panyen (Panyen Tiga) maka tradisi ini tidak lagi dimonopoli golongan Paren/Deta'au. Dahulu telinga panjang ini juga menunjukkan identitas sebagai seorang Dayung (pemimpin do'a/imam/ahli pengobatan/dukun). Di dalam tradisi Kenyah seorang Dayung biasanya Perempuan. Namun tidak semua yang menggunakan telinga panjang adalah seorang Dayung, namun seorang Dayung sudah pasti bertelinga panjang.
Telinga yang diberi pemberat anting yang digunakan kaum perempuan Kenyah agar menjadi panjang umumnya terbuat dari kuningan, tembaga, perak, kayu dan kepala dari burung tebaun yang diukir sedemikian rupa.
Anting-anting pemberat tersebut oleh suku Kenyah disebut dengan nama Belaung. Belaung terdiri dari berbagai jenis, bentuk dan ukuran. Belaung yang bentuknya seperti gelang disebut dengan istilah Belaung Maa', Belaung Semanga , Belaung Jelung. Serta berbentuk bundar dan oval seperti gasing yang disebut Belaung Bituk.
Untuk kaum pria biasanya anting yang digunakan selain dari logam kuningan juga menggunakan anting yang terbuat dari kepala burung tebaun yang diukir. Sedangkan dibagian paling atas kuping dibuatkan lubang untuk dimasukkan dengan gigi buang (beruang) serta dari gigi kule lenjau dan kule bilung (harimau dan macan) yang disebut Belaung Sigep/Sip.
Tradisi telinga panjang kaum perempuan Kenyah dipraktekkan sejak masih balita. Biasanya dilakukan ketika masih berusia 2 tahun. Proses melubangi telinga menggunakan buluh bambu yang telah ditajamkan sebagai pengganti jarum.
Sewaktu prosesi melubangi daun telinga dengan buluh bambu sebelumnya sang bayi diberikan ramuan tumbuhan dari hutan untuk menghilangkan rasa sakit dan infeksi. Sehingga sang bayi tidak merasakan sakit ketika prosesi melubangi daun telinga tersebut.
Setelah prosesi melubangi telinga sang bayi sekitar 1-2 bulan kemudian orang tua merenggangkan telinga untuk dikenakan anting pemberat dari logam kuningan/tembaga atau perak. Anting pemberat tersebut akan meningkat beratnya dari waktu ke waktu untuk lebih memanjangkan daun telinga. Tahap awal anting pemberat diperkirakan beratnya kurang lebih 100 gram dan akan meningkat seiring waktu hingga mencapai 500 gram. Anting hanya digunakan siang hari saja dan akan dilepas ketika hendak tidur.
Tradisi memanjangkan telinga di suku Kenyah tidak hanya dipraktekkan kaum perempuannya saja, juga dilakukan oleh kaum prianya. Di masa lampau awal mula sekali tradisi memanjangkan telinga dalam masyarakat Kenyah selain sebagai identitas kecantikan dan kekuatan, juga sebagai simbol strata sosial pemakainya untuk membedakan seseorang dari golongan Paren/Deta'au (bangsawan) dan golongan Panyen (rakyat biasa).
Seiring waktu akibat semakin banyaknya perkawinan silang golongan Paren/Deta'au dengan Panyen (Panyen Tiga) maka tradisi ini tidak lagi dimonopoli golongan Paren/Deta'au. Dahulu telinga panjang ini juga menunjukkan identitas sebagai seorang Dayung (pemimpin do'a/imam/ahli pengobatan/dukun). Di dalam tradisi Kenyah seorang Dayung biasanya Perempuan. Namun tidak semua yang menggunakan telinga panjang adalah seorang Dayung, namun seorang Dayung sudah pasti bertelinga panjang.
Telinga yang diberi pemberat anting yang digunakan kaum perempuan Kenyah agar menjadi panjang umumnya terbuat dari kuningan, tembaga, perak, kayu dan kepala dari burung tebaun yang diukir sedemikian rupa.
Anting-anting pemberat tersebut oleh suku Kenyah disebut dengan nama Belaung. Belaung terdiri dari berbagai jenis, bentuk dan ukuran. Belaung yang bentuknya seperti gelang disebut dengan istilah Belaung Maa', Belaung Semanga , Belaung Jelung. Serta berbentuk bundar dan oval seperti gasing yang disebut Belaung Bituk.
Untuk kaum pria biasanya anting yang digunakan selain dari logam kuningan juga menggunakan anting yang terbuat dari kepala burung tebaun yang diukir. Sedangkan dibagian paling atas kuping dibuatkan lubang untuk dimasukkan dengan gigi buang (beruang) serta dari gigi kule lenjau dan kule bilung (harimau dan macan) yang disebut Belaung Sigep/Sip.
Tradisi telinga panjang kaum perempuan Kenyah dipraktekkan sejak masih balita. Biasanya dilakukan ketika masih berusia 2 tahun. Proses melubangi telinga menggunakan buluh bambu yang telah ditajamkan sebagai pengganti jarum.
Sewaktu prosesi melubangi daun telinga dengan buluh bambu sebelumnya sang bayi diberikan ramuan tumbuhan dari hutan untuk menghilangkan rasa sakit dan infeksi. Sehingga sang bayi tidak merasakan sakit ketika prosesi melubangi daun telinga tersebut.
Setelah prosesi melubangi telinga sang bayi sekitar 1-2 bulan kemudian orang tua merenggangkan telinga untuk dikenakan anting pemberat dari logam kuningan/tembaga atau perak. Anting pemberat tersebut akan meningkat beratnya dari waktu ke waktu untuk lebih memanjangkan daun telinga. Tahap awal anting pemberat diperkirakan beratnya kurang lebih 100 gram dan akan meningkat seiring waktu hingga mencapai 500 gram. Anting hanya digunakan siang hari saja dan akan dilepas ketika hendak tidur.
Hingga kini disemua pemukiman mayoritas masyarakat Kenyah masih mudah dijumpai masyarakat Kenyah dengan telinga panjang tersebut. Namun lambat laun tradisi tersebut tinggal menunggu waktunya saja akan segera punah. Setelah tahun 80 an tradisi telinga panjang perlahan mulai ditinggalkan oleh generasi Kenyah berikutnya.