Metun Sajau adalah salah satu desa wisata dan budaya suku Kenyah di wilayah Kecamatan Tanjung Palas Timur, Bulungan - Kalimantan Utara. Di desa ini dihuni mayoritas Suku Kenyah Bakung dan Suku Punan.
Seperti desa -desa lainnya yang dihuni Suku Kenyah maka pemandangan yang terlihat menonjol ketika berkunjung ke desa ini adalah dominannya kebudayaan dan adat istiadat Suku Kenyah. Di desa Metun Sajau terdapat Balai Adat Kenyah Bakung yaitu "Amin Adet Lu'ung Jalung".
Wilayah Metun Sajau sebelum diberi nama Metun Sajau, pertama kali didiami oleh masyarakat etnis Suku Punan. Sedangkan masyarakat Kenyah Bakung urbanisasi ke wilayah tersebut pada tahun 1983, dengan jumlah anggota kurang lebih 700 jiwa, yang kemudian memberi nama wilayah tersebut Metun Sajau. Hari ulang tahun Metun Sajau 1 November, dirayakan pertama kali pada tahun 2013.
Gung Ajang merupakan kepala desa pertama Metun Sajau. Kemudian tahun 1998 pada pemilihan kepala desa selanjutnya, Anyie Ajang terpilih menjadi kepada desa kedua. Selanjutnya terpilih Lifan Usat (Heryanto Siang sekarang). Sejalan dengan pemilihan kepala desa, masyarakat Metun Sajau juga masih menganut sistem adat dengan dipimpin kepala adat,―dalam sistem pemerintahan desa tidak terlalu dominan―sebagai lambang upaya melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan adat-istiadat lokal. Sejak masyarakat Kenyah Bakung mendiami Metun Sajau, tercatat pernah menjadi kepala adat Pegung Ajang (Lifan Usat sekarang).
Sejarah
Masyarakat Kenyah Bakung―sejauh yang diketahui (lihat Lahang, et al. 2000)1―berasal dari desa Telang Usan, Malaysia, yang melakukan perjalanan masuk ke pedalaman Kalimantan bagian Indonesia, Sungai Iwan (Kalimantan Timur). Untuk beberapa tahun lamanya, masyarakat etnis Bakung terus berpindah, sehingga sempat mendiami atau mendirikan beberapa desa sepanjang Sungai Iwan kemudian Sungai Kayan, demikian juga selama itu mereka tersebar ke beberapa daerah membentuk desa masing-masing sebaran.
Masuknya etnis Bakung ke wilayah yang alhasil menjadi Metun Sajau dipimpin oleh Gung Ajang dan Lifan Usat tahun 1983. Anggota masyarakat yang bergabung berasal dari dua desa yaitu, Long Metun dan Sungai Anai. Harapan urbanisasi mereka adalah untuk mendekati daerah perkotaan (Tanjung Selor) agar mudah memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pendidikan formal, dan pelayanan kesehatan.
Masyarakat yang berasal di Long Metun dan Sungai Anai selama perjalanan didampingi dua orang tokoh Kristen (Ev. Obed Ingan dan Pdt. Binyamin Njau) melewati rute yang buruk, jauh, dengan melalui jalur darat (berjalan kaki) dan jalur air (berperahu). Jalur darat yang dilalui masih berupa hutan rimba dan gunung. Sedangkan jalur air terdapat banyak giram kecil maupun besar, seringkali mereka harus meninggalkan beberapa barang, bahkan perahu karena tak mampu melewati giram.
Waktu perjalanan menuju Metun Sajau mencapai tiga bulan (2 Agustus – November 1983) tanpa hambatan berat yang berarti, bahkan dikatakan, masyarakat sangat bahagia sepanjang perjalanan dimana iman kepercayaan mereka terus tumbuh. Saat itu mayoritas masyarakat etnis Bakung menganut agama Kristen. Sepanjang perjalan, setiap hari Minggu mereka mendirikan perkemahan untuk mengadakan kebaktian. Juga dikatakan, beberapa anak lahir semasa perjalanan menuju Metun Sajau
Topografi
Bahkan masyarakat desa akhir-akhir ini memprotes eksplorasi migas oleh PT.BCL yang di khawatirkan akan mencemari sungai Sajau. http://www.korankaltara.co/read/news/2015/2533/warga-dua-desa-protes-eksplorasi-migas-pt-bcl.html
sumber : https://pemerintahdesametunsajau.wordpress.com
Source image : http://nuamuri.blogspot.com/